Jumat, 19 Juni 2009

Republik Indomiesia

Tulisan ini saya buat tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para tokoh-tokoh yang secara tak sengaja tercantum dalam tulisan (antsipasi terhadap pasal-pasal UU ITE). Juga tak mengurangi rasa suka saya terhadap indomie.


Indonesia adalah salah satu negara pengkonsumsi mie instant terbesar di dunia. 200 juta lebih rakyat Indonesia tampaknya amat gemar melahap mie instant. Tak urung mie instant pun menjadi makanan yang paling banyak dikonsumsi di negeri kita, setelah nasi.

Indomie adalah sebuah merek yang menempati peringkat nomer 1 di kancah per-mie instant-an di Negeri kita. Dari namanya saja "indomie" kita tahu kalau produk itu pastilah mie instant. Bahkan frase "makan indomie" tak selalu berarti makan mie merek Indomie, tapi berlaku general untuk semua kegiatan memakan mie instant bermerek apapun. Secara marketing, brand Indomie sama kuatnya dengan Softex.

Bertahun-tahun makan Indomie tampaknya telah berhasil mempengaruhi mindset kita sebagai sebuah bangsa. Lihatlah para capres kita, semuanya terpengaruh oleh mindset Indomie.

Mega-Prabowo yang konon pro ekonomi kerakyatan tentulah bermental Indomie. Indomie murah, maka pastilah pro ekonomi kerakyatan. Konon megawati berpihak pada wong cilik & Prabowo secara notabene adalah ketua perhimpunan petani & pedagang pasar, maka secara jelas Indomie adalah solusi tertepat bagi ekonomi kerakyatan.

Murahnya harga Indomie membuatnya mampu untuk dimakan oleh wong cilik, dan hal itu pun tak akan meresahkan petani dan pedagang pasar. Jika semakin banyak wong cilik makan Indomie, maka PT Indofood sebagai produsennya akan lebih banyak membeli bahan baku dari petani. Sudah pasti produksi ayam, bawang, cabai, & terigu akan terserap ke Indofood, maka petani & peternak bisa berbahagia. Petani padi pun tak usah berkecil hati, wong cilik gemar kok makan indomie pakai nasi. Lalu bagaimana dengan pedagang pasar? Indomie jamak ditemukan di pasar-pasar tradisional sampai hypermarket, pedagang pasar pun kini bisa beralih hanya menjual indomie.

Lalu lihatlah pasangan SBY & Boediono. Dari iklannya saja SBY jelas menggunakan jingle & jargon indomie yang dimodifikasi. Walau demikian tetap saja terdengar seperti lagu indomie. Jelas pasangan ini bermindset indomie.

SBY & Boediono, keduanya sama-sama memliliki pendidikan ekonomi yang kuat. Maka keduanya bisa melihat hal-hal yang akan saya jelaskan berikut ini.

Menurut teori-teori ekonomi neolib (catatan: saya gunakan kata ini untuk menarik minat pembaca), keseimbangan permintaan & penawaran di pasar akan terus-menerus bergeser mancapai keseimbangan tanpa perlu diatur-atur. Lalu yang terjadi adalah Indomie menjadi market leader pasar mie instant di titik keseimbangannya.

SBY melihat kalau dari sabang sampai merauke bangsa kita makan Indomie, jelaslah kalau Indomie memang market Leader, incumbent dalam pasar. Maka sama seperti Indomie, SBY juga ingin mempertahankan (baca: meLanjutkan) kepemimpinannya, walaupun kini banyak pesaing baru di pasar, misalnya mie yang kata iklannya lebih merakyat & mie yang lebih cepat matang.

Terakhir JK - Wiranto. Semua orang tau kalau sejak dulu Indomie memposisikan diri sebagai mie INSTANT yang lebih baik dari pesaing-pesaingnya. JK pun lantas menterjemahkan indomie sebagai "Lebih cepat, lebih baik".

Dalam versi JK, semua harus cepat, sama seperti memasak mie instant, jika kelamaan akan terasa lembek seperti bubur bayi. JK juga mengkampanyekan "kemandirian", bangsa kita harus bisa mandiri katanya, "Tidak boleh ada campur tangan asing disitu", kata dia dalam sebuah iklan. Ada benarnya, mandiri dong, daripada beli makan di KFC atau McD (pihak asing), lebih baik masak Indomie di rumah (mandiri), sama seperti bangun bandara, biayanya bisa setengahnya, bahkan kurang.

Makan Indomie pun lebih menuruti hati nurani, bayangkan saja, anda adalah rakyat miskin, anda disuruh memilih makan raskin + lauk garam & cabe rawit, atau makan Indomie ayam bawang. Pasti Hati nurani anda akan memilih indomie, selain LEBIH CEPAT dimasak, rasanya pun LEBIH BAIK.

Nah, begitulah negeri Indomie kita, negara Indomiesia kita ini. Memang benar kata iklan "Dari Sabang sampai Merauke ... Indomie seleraku....."

Jumat, 05 Juni 2009

Saya juga blogger lho!

Baru baru ini ada berita yang membuat saya sebagai blogger (kurang lebih lah) merasa tersentak. Seorang wanita bernama Prita ditangkap karena berkeluh kesah melalui surel (e mail).

Lalu pagi ini saya baca bahwa 80 ribu blogger mendukung pembebasan Prita, mereka mengharap agar pasal pencemaran nama Baik dalam UU ITE segera dihapus.

Melihat sesama blogger pada complain, toh saya pun mau ga mau ikut-ikutan complain. Mengapa saya ikut-ikutan complain? Karena hal itu didasarkan pemikiran saya yang mendalam:

Pertama, saya gemar ikut ikutan, saya dulu memiliki account Friendster karena ikut-ikutan, Lalu beralih FaceBook juga karena ikut-ikutan, punya surel juga awalnya karena ikut-ikutan, bahkan saya pun ikut-ikutan menggunakan kata surel alih-alih email. Tapi saya tidak menjadi blogger (apa iya ya?) karena ikut-ikutan. Saya jadi bloger karena terinspirasi oleh bloger lainnya yang lebih dahulu eksis, bukan pengen tenar atau pengen diundang oleh Jusuf Kalla. Apalagi pengen berdebat dengan Roy Suryo (saya ingin adu photoshop dengan dia bukan debat) padahal saya juga tahu lah dikit-dikit soal meta tag, spectrum analysis, winamp, winamp skin, winamp 3 winamp 5 dan teman-temannya, equalizer, K-lite codec, VLC, youtube, bahkan nama asli Miyabi, cukup lah buat modal debat ma dia.

Kedua, Keberanian, menentang kezhaliman perlu keberanian. Dan saya yakin kalau saya memilikinya (saat 80 ribu blogger lain sudah complain duluan). Dalam mendukung Prita ini bisa saja saya juga malah melanggar UU ITE dan dipenjarakan, namun saya ternyata bisa mempertahankan keberanian saya. Setelah menghitung-hitung kapasitas rutan se Indonesia, saya menyimpulkan bahwa Rutan Se Indonesia tak mampu menampung 80 ribu tahanan baru, polisi pun tak sanggup, Roy Suryo pun pasti akan kelelahan dan menyerah untuk berperan serta sebagai saksi ahli yang memberatkan saya. Lagian kalau pun bisa toh banyak teman (khas orang Indonesia, asal ada teman-teman sependeritaan dihukum pun tak apa). Blogger-blogger cukup vokal kok, dan 80 ribu suara cukup bisa diperhitungkan dalam pemilu presiden, ayolah pikirkan ini pak SBY!

Ketiga, Inilah hal yang paling LOGIS. Seperti yang anda tahu, selain menulis di blog saya juga aktif di beberapa komunitas online. Saya akui saya sering sekali mencela, menghina, mencemarkan nama baik, bahkan melakukan pembunuhan karakter di berbagai media online. Jadi menentang pasal itu dalam UU ITE adalah sangat logis bagi saya. Toh saya pun yakin banyak yang sebenarnya memiliki motivasi serupa dalam menentang UU ini. Terus terang saya tak tahu bunyi pasal merisaukan itu, saya kan hanya ikut-ikutan (baca: solider) dengan 80 ribu blogger lain, tapi ya bagaimanapun sedikit cemas tak ada salahnya kan?

Prita kini sudah bebas, Jaksa Agung pun kini mempertanyakan profesionalisme si Jaksa Penuntut, tapi rasanya tak cukup.

Selama pasal itu masih ada, kan bisa saja saya ditangkap segera setelah saya menulis sesuatu di wall teman saya di FaceBook. Saya kok jadi gamang....

Selasa, 02 Juni 2009

Social network & teknologi

catatan: sebagian dari isi tulisan ini telah saya tuangkan di sebuah group di FB, namun untuk penekanan yang berbeda.

Di blog ini telah berkali-kali saya ulangi bahwa para inventor terhebat sepanjang masa adalah para manusia purba. Mereka menemukan rasa malu, kemudian menciptakan pakaian, dari menjual pakaian mereka lalu menemukan ekonomi sederhana dan kemudian ekonomi menciptakan para pengangguran. Lalu para penganggur menemukan kalau diri mereka sebenarnya adalah para penemu yang hebat.

Di suatu masa di era semi sedenter (hidup agak menetap). Manusia purba menemukan suatu breaktrough dalam teknologi. Mereka berhasil menciptakan kemajuan teknologi yang sangat advance dan memukau. Teknologi itu adalah API.

Untunglah para penemu api sangat bijak dan baik hati, mereka tak mempatenkan api, namun menjadikannya suatu benda open source dengan public license. Source code bagaimana menyalakan api pun terpampang di dinding goa, sehingga siapapun dapat membuat kopian, mengembangkan, bahkan mengunggah perkembangan baru mengenai api.

Karena sifatnya yang open source itulah api menjadi cepat berkembang. Ada api besar, api kecil (micro) yang lembut (soft), api yang Unik, api sekam, bahkan bara api. Semuanya dengan fitur dan spek-nya yang berbeda-beda. Ada api untuk dinyalakan di atas meja batu (desktop) sampai api yang dapat dinyalakan pada sebatang kayu yang bisa digenggam (handheld) dan dapat dibawa ke mana-mana (mobile). Dalam waktu yang tak lama api pun telah dikembangkan menjadi beberapa versi yang berbeda. Para penemu purba pun mengemasnya dalam distro (versi distribusi) yang berbeda-beda. Ada distro yang memakan waktu dan proses yang lama dalam memasang (install) nya. Sampai api yang cukup di bakar (burn) sekali lalu bisa digunakan dengan instan dan hidup (live) di sesi (session) apapun.

Tapi tak lama orang menjadi bingung bagaimana memanfaatkan api. Pertama kali api digunakan untuk membuat perhitungan sekala besar dalam perang purba ke dua (jika goa gelap mereka tak bisa berhitung). Kala itu api yang digunakan sangat besar, memenuhi ruangan goa, dan para ilmuwan purba sering kali terganggu oleh serangga (bug) yang sering mengerumuni nyala api sehingga mereka harus sering menghilangkan serangga itu (de-bug).

Lalu api juga digunakan sebagai sebagai senjata untuk mengusir macan sabertooth dan berburu mastodon. Namun perkembangan api seakan berhenti sampai disini.

Ditengah kejenuhan, datanglah seorang periset purba cerdas. Mereka berpikir untuk mengembangkan api menjadi suatu hal yang sepele, namun digemari orang. Akhirnya mereka menemukan suatu kegunaan baru dari api, yaitu dinyalakan di tengah orang-orang yang sedang duduk berkerumun. Nah pada waktu itulah orang-orang tahu kalau api bisa juga digunakan sebagai bukan senjata. Api itu diberi nama sebagai api unggun (gun = senjata, un-gun = bukan senjata).

Aktivitas duduk-duduk dan mengobrol di sekeliling api unggun lantas menjadi suatu aktivitas yang sangat populer. Kemudian sejarah mencatat bahwa duduk berkerumun di sekeliling api unggun adalah jejaring sosial tertua di dunia.

Seperti jejaring sosial yang lebih modern, di sekeliling api unggun para manusia purba bisa bertukar komentar, bertukar kesan, mencolek teman (poke), memperlihatkan gambar-gambar, berkenalan dengan teman baru dan menambah teman (add as a friend), dan bahkan menulis di dinding (wall) goa. Siapapun bisa menulis apapun di dinding, lalu siapa saja bisa mengomentari tulisan itu.

Kini duduk-duduk di sekitar api unggun sangat populer. Kalau tak melakukannya bisa-bisa dianggap ketinggalan jaman. Banyak dari para manusia purba yang lantas benar-benar terikat dengan api unggun, banyak dari mereka yang setiap selang beberapa menit menulis update status mereka di dinding goa, sampai siapapun jadi tau apa yang mereka lakukan.

Tapi beberapa lainnya juga mulai jengah, mereka bosan melihat dinding goa yang tercorat-coret oleh update teman-teman mereka, banyak tulisan-tulisan tak penting di dinding "sedang mules2.." lah, tak lama dicoret dan diganti "mo buang air dulu", tak lama diganti "ahh lega biarpun keras"... Benar-benar tak penting.

Lalu ada lagi yang suka ribut-ribut di dinding goa, menulis panjang lebar dan balas membalas. Hei dinding goa kan ruang publik! Buat apa saling membalas di dinding goa kalau kedua orang yang ribut itu sebenarnya ada di samping api unggun, mereka kan bisa mengobrol langsung, toh api unggun pun bisa dipakai untuk mengobrol (chat).

Kini api unggun memang menjadi fenomena yang tak ada duanya. Tapi di tengah popularitas nya yang sedang naik daun. Sekelompok orang melarang penggunaan api unggun, haram katanya. Orang-orang itu adalah tokoh-tokoh animisme dan dinamisme dari bagian timur.

Tak ayal pro dan kontra pun terjadi. Banyak yang tak mau terima kalau api unggun adalah haram. Apa alasannya katanya? Kan api unggun hanya sebuah sarana pertemanan? Namun orang-orang yang mengharamkan pun sama ngototnya. Konon api unggun adalah media yang bisa memancing hal buruk, kita bisa terbakar kalu dekat-dekat api, ah entahlah. Pakar di bidang ini pun segera angkat bicara, padahal dia sedang memeriksa apakah gambar relif wanita telanjang di goa di sangiran adalah rekayasa atau bukan, dan siapa yang menyebarkannya.

Banyak pengguna api unggun yang lantas berkata "itu kan tergantung bagaimana orangnya..", "tergantung bagaimana mereka menggunakannya...". Yah begitulah.

Yang jelas api unggun adalah jejaring sosial paling populer pada masa purba ini. Tertarik untuk bergabung?