Rabu, 03 Agustus 2011

Peri Bahasa Bahasa Peri

Nenek moyang kita yang konon katanya seorang pelaut itu ternyata tak hanya mempunyai pedang panjang, tapi juga memiliki sepasang sepatu boot, jadi jalannya bunyi prok prok prok.

Tapi bukan itu yang akan saya bahas mengenai nenek moyang kita, bukan mengenai pedang atau sepatunya. Sejak dulu, sepertinya nenek moyang kita ini cerdas. Lihatlah peninggalan-peninggalannya, candi, arca, keris, semuanya menunjukkan kalau mereka sangat berbudaya dan sangat cerdas.

Menurut mereka yang percaya dengan Charles Darwin, nenek moyang kita bahkan lebih cerdas, dulu katanya Orang Jawa (baca: Megantropus Paleo Javanicus) telah bisa menggunakan perkakas batu yang canggih. Tapi bagi saya yang tidak percaya nenek moyang saya adalah monyet mutan yang bersenjata kapak batu, Candi adalah contoh representatif kecerdasan nenek moyang kita.

Di masa kerajaan kuno, para arsitek bisa membangun candi-candi yang sampai kini masih bertahan. Mereka membangunnya tanpa bantuan traktor, hanya dengan menggunakan para pekerja yang tidak minum rasa-rasa. Bahkan konon ada yang membangun candi hanya dalam satu malam, bayangkan, candi satu malam oh indahnya....

Selain itu saya juga memiliki bukti lain yang menunjukkan kalau pola pikir nenek moyang kita dulu sudah sangat canggih, bahkan lebih maju daripada zamannya. Nah melalui fakta-fakta linguistik saya akan menjelaskan bukti-bukti bahwa pikiran nenek moyang kita dulu sangat maju.

Baiklah, saya akan menjelaskannya cepat-cepat. Bukti linguistik yang saya singgung tadi adalah Peribahasa. Menurut logika saya, Peribahasa berasal dari dua kata Peri dan Bahasa, dengan melihat dari dua kata itu saya menyimpulkan kalau pastilah dulu kata "Peri Bahasa" disebut "Bahasa Peri".

Nah, bahasa peri menunjukkan kalau peribahasa adalah kata-kata yang sangat canggih, sama seperti peri-peri di film LOTR (elf).

Sejak SD kita telah diajari mengenai peribahasa, peribahasa itu sendiri adalah kata-kata perumpamaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tak ada yang tau siapa yang sebenarnya mencetuskannya pertama kali. Peribahasa pun sepertinya bersifat open source dengan public license, toh bayak peribahasa terkenal yang tidak ada hak patennya.

Yang jelas perinahasa sudah ada sejak lama. Saya ambil contoh, peribahasa "Ada gula ada semut" pastilah telah ada sejak manusia mengenal gula, begitu juga dengan peribahasa "Sedia payung sebelum hujan" yang pasti dikenal manusia sebelum ada prakiraan cuaca.

Singkat kata, berikut adalah beberapa peribahasa yang menunjukkan pola pikir canggih bangsa kita di masa lalu:


"Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui"
Peribahasa di atas menunjukkan kalau sejak dahulu kala bangsa kita telah mengenal prinsip-prinsip pelayaran modern dan konsep fisika sederhana. Terutama mengenai konsep energi kinetik. Begini, misalkan anda sedang naik sepeda, tentunya kan anda tidak harus setiap saat mengayuh pedal, setelah beberapa kali mengayuh karena tentunya sepeda anda akan maju dengan sendirinya, itulah tandanya sepeda yang bergerak memiliki energi kinetik.

Peribahasa tadi menunjukkan kalau konsep energi kinetik telah dipahami oleh nenek moyang kita, jadi nenek moyang kita yang seorang pelaut itu tak harus merengkuh dayung berkali-kali untuk melewati dua tiga pulau sekaligus.

"Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga"
Peribahasa ini menunjukkan pemahaman nenek moyang kita terhadap statistik & probabilitas. Probabilitas suatu kejadian adalah angka yang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Nilainya di antara 0 dan 1. Kejadian yang mempunyai nilai probabilitas 1 adalah kejadian yang pasti terjadi atau sesuatu yang telah terjadi, dan nilai 0 berarti tidak mungkin terjadi.

Jadi jika kita melempar-lempar dadu bersisi 6 selalu ada saja peluang untuk mendapat angka lima (probabilitas diantara 0 dan 1), tapi sampai kapanpun anda tidak akan mendapat angka tujuh (probabilitas 0). Begitu juga dengan tupai, sepandai-pandainya ia melompat pastilah ada peluang untuk jatuh.

Peluang tupai jatuh saya kira cukup tinggi, tidak seperti peluang seekor kucing untuk jatuh tersandung saat berjalan (saya kira pasti peluangnya mendekati nol).

"Serigala berbulu domba"
Artinya nenek moyang kita telah mengenal konsep rekayasa genetika. Mereka telah membuka mata mengenai adanya kemungkinan gen serigala dengan bulu seperti domba. Konsep rekayasa genetika ini terus berkembang seiring waktu, sehingga bukan hanya serigala berbulu domba saja yang bisa kita temukan tapi juga Buah semangka berdaun sirih.

"Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak"
Peribahasa ini menyiratkan kalau nenek moyang kita telah mengenal alat optik & prinsip-prinsip kerjanya. Memang benar kalau kita meletakkan benda besar (seperti misalnya gajah) di depan sebuah alat optik, maka melalui alat optik itu kita tak akan bisa melihat apapun!

Di sisi lain, jika kita menyusun lensa-lensa seperti pada teropong maka kita akan bisa melihat benda yang jauh sekalipun, misalkan yang berada di seberang lautan. Kini di masa moderen ini kita tak lagi menggunakan teropong, tapi dengan menggunakan pencitraan satelit seperti misalnya google maps kita bisa melihat dengan jelas keadaan di seberang lautan, ya kecuali jika layar monitor anda terhalang oleh seekor gajah.



Menakjubkan bukan, maka berbanggalah sebagai orang Indonesia karena nenek moyang kita sudah sangat maju, bahkan lebih maju dari anda. Buktinya mereka bisa membuat peribahasa dan anda tidak....




0 komentar:

Posting Komentar