Selasa, 02 Juni 2009

Social network & teknologi

catatan: sebagian dari isi tulisan ini telah saya tuangkan di sebuah group di FB, namun untuk penekanan yang berbeda.

Di blog ini telah berkali-kali saya ulangi bahwa para inventor terhebat sepanjang masa adalah para manusia purba. Mereka menemukan rasa malu, kemudian menciptakan pakaian, dari menjual pakaian mereka lalu menemukan ekonomi sederhana dan kemudian ekonomi menciptakan para pengangguran. Lalu para penganggur menemukan kalau diri mereka sebenarnya adalah para penemu yang hebat.

Di suatu masa di era semi sedenter (hidup agak menetap). Manusia purba menemukan suatu breaktrough dalam teknologi. Mereka berhasil menciptakan kemajuan teknologi yang sangat advance dan memukau. Teknologi itu adalah API.

Untunglah para penemu api sangat bijak dan baik hati, mereka tak mempatenkan api, namun menjadikannya suatu benda open source dengan public license. Source code bagaimana menyalakan api pun terpampang di dinding goa, sehingga siapapun dapat membuat kopian, mengembangkan, bahkan mengunggah perkembangan baru mengenai api.

Karena sifatnya yang open source itulah api menjadi cepat berkembang. Ada api besar, api kecil (micro) yang lembut (soft), api yang Unik, api sekam, bahkan bara api. Semuanya dengan fitur dan spek-nya yang berbeda-beda. Ada api untuk dinyalakan di atas meja batu (desktop) sampai api yang dapat dinyalakan pada sebatang kayu yang bisa digenggam (handheld) dan dapat dibawa ke mana-mana (mobile). Dalam waktu yang tak lama api pun telah dikembangkan menjadi beberapa versi yang berbeda. Para penemu purba pun mengemasnya dalam distro (versi distribusi) yang berbeda-beda. Ada distro yang memakan waktu dan proses yang lama dalam memasang (install) nya. Sampai api yang cukup di bakar (burn) sekali lalu bisa digunakan dengan instan dan hidup (live) di sesi (session) apapun.

Tapi tak lama orang menjadi bingung bagaimana memanfaatkan api. Pertama kali api digunakan untuk membuat perhitungan sekala besar dalam perang purba ke dua (jika goa gelap mereka tak bisa berhitung). Kala itu api yang digunakan sangat besar, memenuhi ruangan goa, dan para ilmuwan purba sering kali terganggu oleh serangga (bug) yang sering mengerumuni nyala api sehingga mereka harus sering menghilangkan serangga itu (de-bug).

Lalu api juga digunakan sebagai sebagai senjata untuk mengusir macan sabertooth dan berburu mastodon. Namun perkembangan api seakan berhenti sampai disini.

Ditengah kejenuhan, datanglah seorang periset purba cerdas. Mereka berpikir untuk mengembangkan api menjadi suatu hal yang sepele, namun digemari orang. Akhirnya mereka menemukan suatu kegunaan baru dari api, yaitu dinyalakan di tengah orang-orang yang sedang duduk berkerumun. Nah pada waktu itulah orang-orang tahu kalau api bisa juga digunakan sebagai bukan senjata. Api itu diberi nama sebagai api unggun (gun = senjata, un-gun = bukan senjata).

Aktivitas duduk-duduk dan mengobrol di sekeliling api unggun lantas menjadi suatu aktivitas yang sangat populer. Kemudian sejarah mencatat bahwa duduk berkerumun di sekeliling api unggun adalah jejaring sosial tertua di dunia.

Seperti jejaring sosial yang lebih modern, di sekeliling api unggun para manusia purba bisa bertukar komentar, bertukar kesan, mencolek teman (poke), memperlihatkan gambar-gambar, berkenalan dengan teman baru dan menambah teman (add as a friend), dan bahkan menulis di dinding (wall) goa. Siapapun bisa menulis apapun di dinding, lalu siapa saja bisa mengomentari tulisan itu.

Kini duduk-duduk di sekitar api unggun sangat populer. Kalau tak melakukannya bisa-bisa dianggap ketinggalan jaman. Banyak dari para manusia purba yang lantas benar-benar terikat dengan api unggun, banyak dari mereka yang setiap selang beberapa menit menulis update status mereka di dinding goa, sampai siapapun jadi tau apa yang mereka lakukan.

Tapi beberapa lainnya juga mulai jengah, mereka bosan melihat dinding goa yang tercorat-coret oleh update teman-teman mereka, banyak tulisan-tulisan tak penting di dinding "sedang mules2.." lah, tak lama dicoret dan diganti "mo buang air dulu", tak lama diganti "ahh lega biarpun keras"... Benar-benar tak penting.

Lalu ada lagi yang suka ribut-ribut di dinding goa, menulis panjang lebar dan balas membalas. Hei dinding goa kan ruang publik! Buat apa saling membalas di dinding goa kalau kedua orang yang ribut itu sebenarnya ada di samping api unggun, mereka kan bisa mengobrol langsung, toh api unggun pun bisa dipakai untuk mengobrol (chat).

Kini api unggun memang menjadi fenomena yang tak ada duanya. Tapi di tengah popularitas nya yang sedang naik daun. Sekelompok orang melarang penggunaan api unggun, haram katanya. Orang-orang itu adalah tokoh-tokoh animisme dan dinamisme dari bagian timur.

Tak ayal pro dan kontra pun terjadi. Banyak yang tak mau terima kalau api unggun adalah haram. Apa alasannya katanya? Kan api unggun hanya sebuah sarana pertemanan? Namun orang-orang yang mengharamkan pun sama ngototnya. Konon api unggun adalah media yang bisa memancing hal buruk, kita bisa terbakar kalu dekat-dekat api, ah entahlah. Pakar di bidang ini pun segera angkat bicara, padahal dia sedang memeriksa apakah gambar relif wanita telanjang di goa di sangiran adalah rekayasa atau bukan, dan siapa yang menyebarkannya.

Banyak pengguna api unggun yang lantas berkata "itu kan tergantung bagaimana orangnya..", "tergantung bagaimana mereka menggunakannya...". Yah begitulah.

Yang jelas api unggun adalah jejaring sosial paling populer pada masa purba ini. Tertarik untuk bergabung?

0 komentar:

Posting Komentar