Selasa, 25 Agustus 2009

why so serious

Katanya, perang melawan kejahatan terorganisir itu sangat sulit. Gw ga ngerti banyak soal sejarah, tapi setidaknya cerita-cerita soal itu sering kita lihat di film, bahkan di buku komik.

Menurut catatan sejarah (yang saya lihat melalui film the untouchable) saat Al Capone menguasai Chicago melalui tangan-tangan mafianya, pentolan FBI Elliot Ness pun tak bisa berbuat banyak. Capone yang lebih sering berkata manis sambil mengacungkan pistol, daripada hanya sekedar berkata manis saja, tak bisa diadili atas semua kasus pembunuhan, kekerasan, dan penganiayaan. Juga tak bisa dituduh untuk bisnis ilegal atau penyelundupan.

Akhirnya Ness dan teman-temannya cuma bisa menuduh Capone dengan penggelapan pajak. Itu pun setelah berlama-lama perang melawan para mafia. Dan Capone tak pernah dihukum mati (mengingat kejahatan-kejahatannya), ia di penjara untuk hukuman penggelapan pajak, lalu mati karena (maaf) sifilis.

Di komik dan kartun superhero amerika selalu saja ada boss bagi kejahatan terorganisir, Lex Luthor, Sal Maroni, atau King Pin. Mereka umumnya adalah nemesis bagi para superhero, bahkan mereka tak pernah benar-benar kalah. Di serial superhero jepang (tokusatsu) atau di anime Jepang, selalu ada juga sosok organisasi kejahatan terorganisir. Kenji Endo dalam 20th Century Boys melawan sekte sahabat yang terorganisir, Bahkan Sailormoon pun melawan sekelompok mahluk terorganisir. Di tokusatsu kelompok kejahatan terorganisir selalu ada, dan sulit dikalahkan (rata-rata Kamen Rider butuh 50-an episode untuk mengalahkannya).

Di film adaptasi superhero Amerika, kejahatan terorganisir juga pasti ada. Superman masih saja melawan Luthor setelah berpuluh-puluh tahun dalam 5 judul film layar lebar dan bermacam series di televisi, ia hidup, pernah mati, lalu hidup lagi, dan masih juga mendapati dirinya melawan Lex Luthor (wajar jika ia ingin menangis, he's not that naive).

Lalu ada Punisher dan Dare Devil keduanya juga melawan kejahatan terorganisir.

Kemudian kita punya Batman sebagai contoh berikutnya, dan batman ini yang gw coba bahas kenapa dia adalah contoh yang menarik.

Batman memang adalah superhero terkenal, tapi bukan dia yang ingin saya ceritakan. Tahun lalu (2008) saya kira ada sebuah film Batman, di judulnya tak ada kata "Batman" hanya "The Dark Knight", dan iklan-iklannya biasa menunjukkan gambar Joker, bukan si Batman.

Di film itu, sebagai peran pembantu, diceritakan ada seseorang yang bernama Harvey Dent. Harvey Dent ini adalah seorang District Attorney (DA) di Gotham. Sebagai DA, Dent dan lembaganya, dengan bantuan polisi, dan Batman tentunya, sangat sukses menangkap dan mendakwa para pelaku kejahatan terorganisir di Gotham.

Sal Maroni si boss mafia dan anak buahnya tertangkap. Para gembong memang bisa lolos dengan mudah di pengadilan dengan bantuan pengacara mahal dan membayar jaminan, tapi para keroco (tentu saja) tak mampu berkutik.

Sang walikota, si pemimpin kota acapkali memuji Dent dan mendukungnya. Walau demikian para boss kejahatan terorganisir tak suka padanya. Mereka, para boss itu, menyewa jasa si Joker untuk "menangani" semua masalah.

Joker cerdas, ia tak lantas begitu saja membunuh Dent, ia mengatur suatu insiden yang melemahkan mental Dent. Lalu membuatnya gila, mudah saja kata si joker, "You see, madness, as you know, is like gravity. All it takes is a little push!". Hal itu menjadikan Dent seorang penjahat dengan alias "Two Face".

Dent sebagai "Two Face" mulai main hakim sendiri. Ia membunuh Boss Maroni di mobilnya sendiri. Juga membunuh orang-orang lain termasuk polisi.

Cerita berputar-putar lalu tiba-tiba "Two Face" sudah mati. Tapi kini, jika semua orang tau kalau Dent yang ksatria telah menjadi Two Face yang jahat, maka semua yang ia telah perbuat akan sia-sia. Para penjahat akan kembali bebas dan Lembaga yang dipimpinnya akan mandul, tak bisa lagi kembali menangkapi para penjahat.

Di film itu, Batman dan Komisaris Gordon, melakukan sebisanya untuk menjaga nama baik Dent, sehingga perjuangan panjang yang telah lalu tak menguap seketika.

The Reality Show

Indonesia juga punya cerita seperti Harvey Dent, cerita yang sama soal good guys gone wrong, ceritanya sempat tertelan oleh kisah Manohara, sengketa Pemilu, dan kasus Bom Kuningan yang 'Top' itu, tapi akhir-akhir ini mulai terdengar lagi.

Seperti yang kita tau, sodara-sodara, Indonesia juga konon tengah melawan kejahatan terorganisir. Kejahatan terorganisir itu kita kenal dengan nama "Korupsi".

Banyak hal yang (juga konon) telah dilakukan untuk melawan korupsi, tapi, selama bertahun-tahun, hasilnya NOL. Lalu ada terobosan dengan hadirnya KPK. Di luar dugaan KPK berhasil menangkapi para koruptor. Para gembong koruptor memang dengan mudah saja lolos di pengadilan, tapi para koruptor keroco tak mampu berkelit.

Si pemimpin bangsa senang dengan kerja KPK dan acap kali memuji dan mendukung Pimpinan lembaga itu. Tapi para koruptor kan tidak suka, iya kan....

Tanpa tau bagaimana prosesnya, tak seperti di film Batman tadi, tau tau Harvey Dent-nya telah menjadi Two Face di mata publik. Tapi tak seperti Two Face di Gotham yang dijaga nama baiknya oleh rekan-rekannya, Two Face yang ini justru diekspose secara besar-besaran di media, semua kesalahannya dibeberkan. Ia pun jatuh.

Tapi bukan hanya ia yang jatuh, sayangnya lembaganya juga jatuh bersama dia, lembaga yang ampuh menangkapi koruptor itu kini sudah mandul, tertimpa banyak skandal pula.

Berbeda dari Gotham, perjuangan kita melawan kejahatan terorganisir pun menguap seketika. Kenapa kok gitu... Apa karena kita ga punya superhero seperti Batman, yang berpikir mengenai "the greater goods", hanya alter egonya saja, si Bruce Wayne, yang biasa kita temui disini, kaya, playboy, dan suka tidur di waktu rapat (kabinet). Atau sisanya seperti Joker yang provokatif dan suka pada kegilaan.

well, Harvey Dent kita sudah tak ada, yang ada hanya Two Face yang terus menarik "lembaga sakti" jatuh bersamanya....

eits, stop! Ga usah cape-cape dipkirin lah... Anyway... Why So Serious?