Sabtu, 15 November 2008

Kata-kata

Bagi manusia, kata-kata adalah suatu hal yang penting. Kata-kata adalah yang membedakan kita dari mahluk-mahluk lain. Tumbuhan tentu saja tak dapat berbicara, binatang-binatang kelas rendah seperti semut-semut merah yang berbaris di dinding menatapku curiga pun tak dapat berbicara, hewan yang lebih tinggi seperti hewan reptil, misalkan, cicak-cicak di dinding pun tak mampu berbicara, hal itulah yang membuat mereka diam-diam merayap.

Hewan-hewan yang lebih tinggi tingkatannya ternyata mampu berbahasa, anjing dan lumba-lumba mengenal komunikasi, bahkan kera dapat diajarkan berbahasa isyarat. Namun tak satupun yang mampu berbicara menggunakan kata-kata layaknya manusia.

memang burung beo dan burung kakaktua yang hinggap di jendela pun mampu menirukan kata-kata, namun mereka tak bisa berbahasa.

Bagi kalangan manusia, vocabulary , atau kosa kata dianggap sebagai ukuran kecerdasan, semakin banyak kosakata berarti semakin cerdas seseorang... Hal ini tampaknya tak menjelaskan mengapa orang pintar (pintar bukan pinter) justru sedikit berbicara.

Setiap kata pun memiliki asosiasinya sendiri, asosiasi ini sering kita kenal dengan sebutan "konotasi", berbeda dari denotasi, konotasi menggunakan huruf K dan O sebelum kata "notasi", hal ini berbeda jika dibandingkan dengan denotasi yang justru menggunakan huruf D dan E sebelum kata notasi.

Setiap orang mengenal kata "Kiri" dan "kanan", kiri dan kanan adalah kata petunjuk arah, namun lebih jauh lagi masing-masing kata memiliki konotasinya sendiri, kanan, memiliki konotasi positif, dan kiri memiliki konotasi negatif. Secara sederhana, lihatlah kedua tangan anda, jika anda tak kidal, maka secara default tangan kana digunakan untuk pekerjaan bersih, sementara tangan kiri digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan kotor.

Dalam bahasa Inggris, kanan disebut "Right" kata yang sama yang digunakan untuk menyatakan "benar" atau "tepat". Dalam bahasa Latin kanan dan kiri adalah "dexter" dan "sinister", kiri adalah Sinister, bentukan kata yang sama dengan kata "sinis". Di jepang "Kiri" digunakan dalam kata "HaraKIRI" yang berarti bunuh diri, atau "hitoKIRI" yang berarti pembantai. Selama masa perang dingin, Kiri berarti Komunis dan Kanan berarti Liberal. Kita dalam bahasa indonesia pun menggunakan kata kiri untuk keperluan lain, seperti untuk menyatakan "berhenti" saat hendak turun dari angkutan umum (sama halnya dengan kata "belakang" yang berarti tak membayar saat naik angkot).

Saat kata-kata native tak mampu lagi menggambarkan suatu hal maka kita biasanya meminjam atau menyerapnya dari bahasa lain, namun masalah kunjung muncul saat kata-kata serapan langsung dianggap berarti sama dengan kata-kata lokal, karena walaupun demikian lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, maka janganlah memancing di air keruh, berbahaya karena air tenang menghanyutkan sementara air beriak tanda tak dalam.

Kata-kata memang kadang memiliki arti ganda, atau ambigu. Ambiguitas berarti makna ganda. Walaupun bermakna ganda namun makananya sering tak jauh dari bentukan katanya seperti buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya sehingga saat menggunakan kata ambigu berarti sekali merengkuh dayung dua tiga kali terlampaui.

Hal ini membuat kata-kata menjadi pedang bermata dua. Kata-kata seringkali berbahaya. Benar ungkapan "memang lidah tak bertulang".. Organ-organ tak bertulang di tubuh manusia memang sukar dikendalikan secara sadar dan sering terpancing nafsu sesaat, mengontrolnya kadang tak semudah membalikkan telapak tangan, bahkan seperti menegakkan benang basah saja, jika tak hati hati bisa-bisa terkena getahnya, atau terkena batunya, karena sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga.

0 komentar:

Posting Komentar